Jumat, 08 Oktober 2010

coretan dari ki semar

Sepinya padepokan Ki Semar pagi itu dipecahkan oleh jeritan beberapa penduduk desa memanggil Ki Semar. “Ki.., Ki Semar, buka pintu Ki” teriak beberapa penduduk desa memanggil Ki Semar.
Kreek…, suara derit pintu Ki Semar yang terbuat dari bambu menghentikan teriakan para penduduk desa. “Ada apa kok jerit-jerit, kok kayak orang disunat nggak pakai suntikan patirasa” omel Ki Semar sambil keluar dari rumahnya. ” Ah jangan sewot gitu Ki, kita kesini mau ngasih kabar gembira buat Ki Semar.” jawab salah satu penduduk desa. “Kalau gitu ayo duduk di serambi depan saja biar tambah enak ngobrolnya” sahut Ki Semar sambil melangkah keserambi depan yang suasananya memang lebih segar karena samping kanan kiri serambi ini terbuka.
Setelah para tamu duduk melingkar diatas dipan yang terbuat dari bambu maka mulailah Ki Semar mengajak ngobrol para tamunya. “Nah sekarang ceritakan apa yang membuat kalian berteriak teriak kayak orang kesetanan.” “Begini Ki, aku lihat di TV kalau anggota DPR sekarang sudah baru. Bahkan pimpinannya sekarang dipegang oleh Taufik Kiemas, dan hebatnya lagi Taufik Kiemas ini suami Megawati artinya dia menantu Presiden Soekarno tokoh yang selama ini menjadi idola Ki Semar. Ayo ngaku, pasti Ki Semar yang jadi tim suksesnya.” “Tim sukses dengkulmu. Aku kan dulu sudah ngomong Megawati saja tidak mewarisi inti ajaran serta karakterBung Karno, apalagi ini hanya mantunya. Tipis sekali bahkan mungkin akan jauh dari karakter Bung Karno. Kok malah aku dituduh jadi tim suksesnya.” demikian Ki Semar menjawab obrolan para tamunya.
Semua diam, semua bisu hingga suasana padepokan Ki Semar kembali sepi. Tapi suasana itu tidak berlangsung lama, karena salah seorang dari para tamu nyeletuk bertanya: “Kalau dalam pandangan Ki Semar siapa kiranya orang yang layak menjadi Ketua MPR sehingga kinerja DPR dapat berjalan dengan semestinya, tidak seperti periode yang lalu.” demikian orang tersebut mengakhiri kata-katanya sambil menuding ke dinding yang terdapat foto beberapa anggota DPR periode 2004-2009 yang tidur pulas saat berlangsung sidang. “Fasilitas minta mewah, gaji harus tinggi, uang sidang besar ujung-ujungnya hanya buat bayar orang tidur.” damprat salah satu tamu Ki Semar.
Dengan tak sabar salah satu tamu kembali bertanya, “Gimana Ki, siapa orang yang pantas jadi Ketua MPR.” “Noordin M Top” jawab Ki Semar seenaknya. Andai ditempat itu terjadi gempa seperti di Sumatera mungkin para tamu tidak terlalu kaget, dibandingkan jawaban Ki Semar. Bahkan diantara mereka yang sedang merokok sampai terbatuk-batuk karena kagetnya.
Dengan tatapan mata yang tajam terhadap Ki Semar salah satu tamu berkata: “Saya tidak menduga bahwa Ki Semar yang selama ini kita hormati dan menjadi tempat konsultasi warga desa ternya tak lebih dari seoarang anggota teroris. Maka dengan sangat menyesal saya berharap Ki Semar secepatnya meninggalkan dusun ini. Biarpun dusun ini sangat terpencil tapi penuh kedamaian, saya tidak mau menjadi rusak hanya gara-gara menjadi sarang agen teroris.”
“Setuju…” teriak tamu yang lain.
“Diam” tiba-tiba Ki Semar membentak para tamu. Dan ajaibnya semua suara secara serentak berhenti, rupanya para tamu yang terdiri dari penduduk sekitar padepokan Ki Semar masih menghormati dan merasa segan terhadap Ki Semar yang selama ini mereka jadikan panutan. Sambil mengangkat kendi air yang selalu tersaji di serambi depan padepokan, Ki Semar melanjutkan kata-katanya. “Sudah berapa kali aku ingatkan, jangan memotong pembeciraan yang belum selesai. Dan jangan sok mengambil keputusan secara spontan terhadap masalah yang belum jelas, apalagi langkah spontan yang bersifat anarkis seperti yang hampir saja kalian lakukan barusan.”
Suasana kembali hening, hanya sesekali terdengar bisik-bisik para tamu yang saling menyalahkan atas kejadian barusan dan sempat membuat Ki Semar hampir emosi. “Sudahlah jangan saling menyalahkan, lebih baik kalian dengar penjelasanku agar tidak salah tafsir lagi. Begini, aku menyebut nama Noordin M Top bukan berarti aku pengikutnya. Aku sangat menolak aksi pengeboman yang dilakukannya, karena banyak rakyat kecil, orang tua dan anak-anak menjadi korban. Angka duda, janda dan anak yatim meningkat pesat. Tentu saja hal ini meninggalkan penderiataan panjang bagi mereka. Tapi aku membaca dari sisi lain tentang sikap dan karakter kepemimpinan Noordin M Top serta pola pendekatan terhadap seluruh anggota jaringan. Noordin M Top telah mampu membuat semua anggota jaringan melaksanakan berbagai tugas dengan tanggung jawab yang tinggi bahkan sampai mempertaruhkan nyawa tanpa ada sedikitpun dipengaruhi oleh faktor materi (uang). Bisa kita bayangkan seandainya Noordin M Top menjadi ketua MPR dan melakukan doktrin terhadap para anggota DPR sebagaimana dia mendoktrin para anggota jaringan teroris, maka Senayan akan berisi orang-orang yang berdedikasi tinggi untuk menyampaikan aspirasi rakyat kecil. Anggta DPR akan berteriak tanpa rasa takut bila rakyat kecil diperlakukan tidak adil bahkan nyawapun akan dipertaruhkan untuk tugasnya membela kepentingan rakyat kecil. Tidak akan ada anggota DPR yang mengajukan kenaikan uang gaji, uang sidang, kunjungan kerja ke daerah. Semua akan menerima dengan ikhlas apa yang telah diberikan oleh negara kepadanya. Jangan harap para penegak hukum untuk menangani kasus korupsi yang melibatkan anggota dewan yang “Terhormat.” Saya yakin Noordin M Top dan semua jaringannya bekerja tanpa mengharap finansial untuk diri pribadi. Semua dana yang dia terima benar-benar disalurkan untuk kepentingan perjuangan. Bisa dibayangkan alangkah mulianya Jabatan Ketua MPR dan para anggota DPR apabila memiliki etos kerja sekali lagi etos kerja seperti Noordin M Top dan anggota jaringannya.” Demikian Ki Semar mengakhiri kalimatnya. “Jadi yang dimaksud Ki Semar adalah etos kerja dari Noordin M Top, bukan pada aksinya” demikian celoteh salah satu tamu yang hadir. “Hai nyong, sejak kapan otak kamu jadi encer he..he” teguran Ki Semar membuat para tamu tertawa terpingkal-pingkal.
Tak terasa waktu sudah meenjelang sore, para tamupun pamit undur diri pada Ki Semar. Baru beberapa langkah Mereka pergi Ki Semar memanggil: “Hai jadi apa tidak aku diusir dari dusun ini?” Sambil berjalan pulang salah satu penduduk kampung berteriak “Ki Semar boleh pergi, kalau memang Ki Semar tega terhadap kita semua.”
Dengan penuh rasa haru Ki Semar kembali masuk ke padepokan. Suara lirih keluar dari mulutnya, “Dunia memang aneh.”
Salam: Ki Semar


http://penakisemar.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar